Hari Selasa, 02 oktober 2018, kegiatan pembentukan karakter yang biasanya di isi dengan kegiatan olahraga kali ini di isi dengan cerita dan pengalaman dari Bapak Rektor Telkom University.
Beliau bercerita tentang seorang eksekutif sukses yang sedang melakukan perjalanan ke Singapore dengan menggunakan pesawat Singapore Airlines. Dalam perjalanannya ia menduduki kursi yang di sebelahnya terdapat seorang ibu yang sepertinya berasal dari kampung jika di lihat dari cara berpakaiannnya.
Pemuda itu pun terheran, kenapa seseorang seperti ibu ini berada di pesawat mahal seperti Singapore Airlines. Untuk menghilangkan rasa penasarannya, pemuda ini bertanya kepada ibu itu
“ibu dari mana ?” Pemuda tersebut berkata.
” dari timur tengah” jawab dari ibu tersebut.
Sepintas pemuda ini berfikir bahwa ibu ini pasti seorang TKI, kemudian ia bertanya kembali kepada sang ibu. Singkat cerita, ternyata perkiraan ia tentang sang ibu salah, anak anak ibu ini adalah orang yang terbilang sukses dan berprestasi. Anak yang kedua adalah seorang arsitek yang bekerja di Singapore, anak yang ketiga adalah seorang Dokter spesialis kandungan, dan anaknya yang keempat sedang melanjutkan pendidikannya di Jerman.
“Lalu bagaimana dengan anak ibu yang pertama?”
Pemuda itu bertanya kembali pada sang ibu. Seketika mendengar itu sang ibu merenung, ia menghadap ke arah jendela dan kembali merenung. Kemudian, pemuda itu meminta maaf kepada sang ibu karena sepertinya pertayaannya membuat sang ibu menjadi bersedih. Tak lama setelah itu, sang ibu bercerita bahwa anaknya yang pertama berada di kampung. Anaknya yang pertama bukanlah anak yang sukses seperti ketiga anaknya yang lain. Tapi, anaknya yang pertama memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikannya dan memilih untuk menjadi tulang punggung keluarga, dan kini ia telah sukses menyekolahkan adik-adiknya sehingga adik-adiknya menjadi orang yang sukses.
Dari cerita tersebut Bapak Rektor Telkom University bertanya, kita merasa berada di posisi yang mana? . Dan tentu saja, posisi kita adalah adik adik yang disekolahkan berkat sang kakak. Kakak itu ibaratkan wali kita yang menyekolahkan kita di Universitas tempat kita belajar saat ini.
Sebagai anak yang di sekolahkan, kita seharusnya sadar bahwa kita dapat melanjutkan pendidikan ini berkat siapa dan untuk siapa. Wali kita yang berjuang untuk menyekolahkan kita, dan kita tinggal memanfaatkan kesempatan itu dan semuanya tetap akan kembali pada kita.
Mimpi kita adalah mimpi mereka pula. Kita harus sadar bahwa bukan hanya kita yang berjuang untuk mewujudkan mimpi kita, tapi ada wali kita yang ikut membantu memperjuangkan mimpi kita.
Mimpilah setinggi langit karena walaupun kita terjatuh kita akan jatuh ke awan. Jika ingin menjadi seorang bupati, maka bermimpilah untuk menjadi seorang Gubernur. Jika memiliki target tabungan 1 juta, maka bermimpilah untuk memiliki tabungan 2 juta.
Mimpi kita memang harus setinggi langit, tapi kita juga harus berpikir secara logis. jangan terlalu terobsesi dengan mimpi kita, karena kita berada di posisi di mana kita hanya memperjuangkan mimpi kita, dan yang memutuskan kita untuk mendapatkan mimpi itu hanyalah Tuhan Yang Maha Kuasa (Allah swt).
Jadi intinya adalah, bermimpilah setinggi langit tapi jangan sampai mimpi kita menyakiti orang lain karena obsesi kita terhadap mimpi kita sendiri. Bermimpilah setinggi langit untuk dunia maupun akhirat, walaupun sesibuk apapun kita, kita harus tetap sadar bahwa kita tetap akan kembali ke akhirat, dan walaupun kita akan kembali ke akhirat kita juga tidak boleh melalaikan yang ada dunia, keduanya harus seimbang. Letih akan selalu ada bagi orang orang yang berani mengejar mimpinya, jadi jangan takut akan rasa letih karena kebahagiaan memang harus di awali dengan penderitaan.
Mimpi saya untuk 20 tahun ke depan adalah Mempunyai banyak koneksi serta banyak pengalaman untuk membagikan pengalaman saya kepada anak-anak saya di masa depan nanti, agar mereka mengerti dampak dari segala keputusan dan dapat terhindar dari segala kemungkinan yang terburuk serta mengerti akan pentingnya membuat keputusan, dan mengarahkan mereka untuk maju ke depan dan menatap ke masa depan dan tidak terpacu kepada masa lalu, dan membuat mereka bangga akan memiliki Ayah seperti saya.